Kamis, 15 Maret 2012

Realisasi SPP UPK Sape Rp 8 miliar




Realiasi Simpan Pinjam Perempuan (SPP) dari Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat (PNPM) Mandiri Perdesaan (MPD) di Unit Pelaksana Kecamatan (UPK) Sape mencapai Rp 8 miliar. Guliran dana SPP di UPK Sape untuk ke-11 kalinya dan cukup dirasakan manfaatnya oleh masyarakat.

Ketua UPK Sape, Fatimah Zulkarnain, mengatakan sejak bergulirnya program SPP dari PNPM MPD memberi manfaat yang besar bagi masyarakat. Meski demikian masih perlu adanya pembinaan dan dorongan pada kelompok usaha atau kegiatan ekonomi masyarakat agar dapat tumbuh lebih baik.
Untuk tahun 2011, kata Fatimah, dari guliran Rp  8 miliar, hingga 31 Desember 2011 terdapat tunggakan penegmbalian senilai Rp400 juta. Keterlambatan pengembalian itu karena sejumlah faktor, salah satunya  karena memasuki masa transisi ekonomi, terutama kegiatan pertanian.
“Salah satu alasan keterlambatan pengembalian karena mereka belum panen. Keuangan masih dipusatkan untuk membeli obat-obatan dan pupuk tanaman,” ujarnya di Kantor Fasilitator Kabupaten PNPM Mpd Bima, Selasa (6/3).
Faktor lainnya, kata dia, karena saat ini daya beli masyarakat turun, sehingga berpengaruh pada pengembalian. Selain itu ada yang ogah-ogahan mengembalikan pinjaman tersebut.
Dana SPP, kata dia, banyak dimanfaatkan oleh kelompok usaha seperti bakulan, tenunan, kios dan usaha lainnya. Manfaat yang dirasakan kelompok usaha ini, tidak hanya mempu mengembalikan pinjaman, namun berdampak pada pengembangan usaha.
“Pertumbuhan usaha kaum ibu cukup banyak. Perempuan bisa lihat peluang usaha atau kerja. Banyak yang usaha di pasar didanai oleh SPP,” ujarnya.
Ada yang menarik, kata dia, di Desa Kowo pengembalian SPP cukup bagus. Kegiatan usaha masyarakat disana diantaranya mengayam tikar, pedagang bakulan, jual ikan, dan lainnya. Pengembalian mereka mencapai 100 persen, sehingga pada pencairan berikutnya diutamakan. “Ketika ada kelompok usaha yang pengembaliannya tinggi akan diprioritaskan, bahkan ditawarkan dana lebih besar. Tapi justru mereka kadang menolaknya dan meminjam dalam jumlah lebih kecil,” ujarnya.
Kelompok usaha  Kowo, kata dia, kemungkinan mengukur kebutuhan mereka untuk memodali usahanya. Meski kadang kelompok lain berharap mendapatkan alokasi yang lebih besar.
Kelompok usaha yang ada, kata dia, mendapat bimbingan dari pendamping. Keberadaan pendamping untuk bisa memantau dan mengarahkan kelompok atau anggota kelompok usaha. “Hanya saja kadang pendamping kurang optimal, karena ada yang masih baru. Pendampig yang diharapkan bisa memotivai dan membimbing kelompok usaha,” katanya.
Sebenarnya, kata dia, peran pemerintah desa atau PKK di desa sangat diharakan untuk ikut membantu memberi dorongan pada masyarakatnya. Bagaimana mengembangkan usaha dan memanfaatkan modal dari SPP.
“Di Desa seandainya kelompok PKK  dan kades terlibat, maka bisa lebih optimal. Selama ini diserahkan semuanya ke UPK. Peran PKK diharapkan bisa memotivasi kelompok usaha, untuk ubah pola pikir dan pola hidup. Dari yang tidak berusaha ke usaha. Dari hanya tahunya berhutang saja tanpa pengembalian, akhirnya bisa mengembalikan tepat waktu,” ujarnya.
Dari semua anggota kelompok yang merasakan manfaat SPP, kata dia, masih ada hanya mau berhutang saja, tanpa  ada motivasi mengembalikan. Meski demikian untuk Sape sudah cukup menunjukkan perkembangan. (*)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar