Jatuh Cinta dengan Dunia Pemberdayaan
Terjun di dunia pemberdayaan
masyarakat, belum pernah dibayangkan sebelumnya. Tidak mudah pula melakoni,
bagaimana menggerakkan masyarakat untuk bisa berdaya. Namun, sikap total dalam
melakoni pekerjaan membuat sosok Radiatur Rahma, justru kian jatuh cinta.
Rahma begitu ia akrab disapa dikalangan rekan-rekannya, menamatkan
pendidikan sarjananya tahun 1996 di
Universitas 45 Mataram. Ibu dua anak ini mulai terjun di dunia pemberdayaan
masyarakat, ketika masuk dalam program Sarjana Penggerak Pembangunan Pedesaan
(SP3) setamat kuliah dengan gelar sarjana perikanan.
Disinilah titik dimana benih kecintaannya pada dunia pemberdayaan tumbuh.
Berinteraksi dengan masyarakat seolah menjadi seni tersendiri. Meski tak
gampang, namun tantangan ini berusaha ditaklukkannya. Prinsipnya bekerja total
inilah yang membuatnya meniti karir, hingga dipercaya menjadi Fasilitator
Kauangan PNPM MPd Kabupaten Bima. “Menjadi pemberdaya itu, tidak boleh menutup
diri. Siapapun harus disapa. Tidak usah berfikir susah, namun tetap optimis,
pasti bisa,” ujarnya.
Rahma bergabung dengan PNPM tahun 2003. Awalnya 2001 mendapat informasi
ada pembukaan pendaftaran PNPM di Kecamatan Kilo Kabupaten Dompu. Proses seleksi
cukup panjang, Juni 2002 setelah dinyatakan lulus administrasi, Juli mengikuti
tes wawancara. Barulah pada Juni 2003 pengumuman kelulusan, saat itu ada ribuan
pelamar, sekitar 40 saja yang diterima, termasuk ia.
Saat itu di PNPM menjabat sebagai Fasilitator Kecamatan. Kini sekitar
Sembilan tahun bergabung di PNPM. Dia mengaku kadang ada rasa jenuh mendera,
keinginan untuk mengundurkan diri kerap kali terbersit. Namun selalu ada yang
membuatnya mengurungkan niat dan tetap bertahan, yakni kesukaannya akan
tantangan. “Titik jenuh pasti ada. Tapi tiap kali ingin keluar, ada saja hal
menarik untuk tetap bertahan,” ungkap ibu dari Rizkan Nadiyah dan Agnia Khuatul
Ilmi ini.
Apapun pekerjaan itu, kata dia, jika dilakoni dengan kesungguhan, maka
pasti bisa dilakukan. Tak ada hal yang sulit jika kemauan itu ada. Kepercayaan
adalah kunci lain yang dipegangnya secara teguh. “Godaan dalam pekerjaan selalu
ada, seperti tawaran dari suplayer. Namun prinsip saya berpegang pada kode etik
dan tidak melanggarnya,” ujarnya.
Dalam hal prinsip ini, Rahma punya pengalaman sendiri. Saat menjadi
fasilitator di Dompu, pernah memfasilitasi pelelangan di Desa Melaju Kecamatan
Kilo. Sistim lelang di PNPM berbeda dengan lainnya. Peluang untuk bermain
sangat diminimalisir, karena keputusan tertinggi ada pada masyarakat.
Namun saat itu, keputusan yang dihasilkan oleh masyarakat terhadap proses
pelelangan, bertentangan dengan aturan PNPM. Rahma pun menyatakan
ketidaksetujuannya dan berpegang taguh pada aturan yang ada. Sikapnya itu, rupanya
direaksi oleh masyarakat yang hadir, bahkan sempat ditarik hingga keluar dari
kantor desa. “Karena saat itu saya berpegang pada aturan yang ada pada PNPM,
meskipun keputusan tertinggi ada pada warga, namun karena tidak sesuai aturan
yang ada, maka saya tolak,” ujar istri dari Didi Askariadin ini.
Pengalaman lainnya, kata dia, adalah ketika hamil delapan bulan. Di Desa
Sondo Kecamatan Monta, ada indikasi penyelewengan dana TPK. Dia diminta untuk
ikut mengaudit. Rupanya sebelum itu, masyarakat telah mengaudit sendiri dengan
BKAD, sehingga tidak menerima kehadiran mereka.
Keributan bahkan sempat terjadi. Berkas yang dipeganggnya ditarik. Ada
yang sampai menyelamatkan diri, hingga tinggallah sendiri. Suasana itu sempat
membuatnya ciut, apalagi dengan kondisi hamil besar. “Prinsip saya adalah
melakukan yang benar. Jika tidak menerima, maka harus siap menanggung resiko
sendiri,” katanya.
Rahma bersyukur memiliki suami yang memahami profesinya. Apalagi kerap
dalam menjalankan tugas hingga meninggalkan keluarga sampai dua minggu. Namun
komunikasi tetap dijalin, termasuk dengan buah hatinya. Keberadaan hanphone
sangat membantu untuk tetap berkomunikasi
dengan keluarga. “Kalau anak saya ulang tahun,
saya pastikan harus bisa hadir,” ungkapnya. (*)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar