Kamis, 15 Maret 2012

Perguliran SPP Mampu Redam Bisnis Bunga Tinggi

           Sejak bergulirnya Simpan Pinjam Perempuan (SPP) dari Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat (PNPM) Mandiri Perdesaan (MPD), mampu meredam praktik pinjaman uang dengan bunga tinggi. Meski belum sepenuhnya menghentikan kegiatan pinjaman dengan bunga menjerat.

          Ketua Unit Pelaksana Kecamatan (UPK) PNPM MPD Sape, Fatimah Zulkarnain, mengatakan sebelumnya masyarakat, khususnya pedagang kecil kerap meminjam uang dengan bunga tinggi. Hal itu dilakukan karena kondisi mendesak dan prosesnya yang gampang.
          “Hari ini mereka mengajukan pinjaman, besok sudah terealisasi. Sementara dana SPP butuh proses, harus membentuk kelompok dan masih ada tahap lainnya,” ujarnya di Kantor Faskab PNPM Bima.
Masyarakat, kata dia, mengenal istilah bisnis pinjaman dengan bunga sampai 25 persen dengan sebutan “Piti Honda”. Itu karena transaksi pinjaman dilakukan diatas kendaraan motor, demikian juga saat menagih ke peminjam. “Bahkan menagihnya kadang pagi buta dengan menggunakan motor,” ujarnya.
Ketika dana SPP bergulir hingga 11 kali di Kecamatan Sape,  ujarnya, ada koperasi pinjaman dengan bunga tinggi tutup. Karena masyarakat terutama kaum ibu yang memiliki kegiatan usaha, beralih untuk mendapatkan modal.
Masyarakat, kata dia, mau meminjam modal dengan bunga tinggi dari koperasi seperti itu, selain alasan mudah, jika penagihnya langsung mendatangi mereka. Namun ada juga yang harus sembunyi dari penagih, ketika tak bisa mengembalikan.
“Di PNPM pencairan butuh proses, harus ajukan proposal, ditinjau usaha, pembahasan proposal, ada proses Musyawarah Antar Desa. Pengembalian berdasarkan perengkingan persentase pengembalian,” jelasnya.
          Masih adanya praktik pinjaman dengan bunga tinggi, kata dia, tidak dapat sepenuhnya mengandalkan peran pelaku PNPM. Namun juga dibutuhkan kerjasama dengan pemerintah desa dan kecamatan untuk memberi pencerahan pada masyarakat. “Bagaimana ikut mendorong kegiatan usaha masyarakatnya, agar berdampak pada kesejahteraan mereka,” harapnya.
Di Sape, katanya, pernah ada kasus dimana anggota kelompok SPP meminjam “Piti Honda” untuk menutupi pinjaman SPP, karena dijanjikan pencairan secepatnya. Padahal ada proses dan mekanisme sendiri di PNPM, dimana prioritas bagi yang pengembaliannya bagus.
“Ini menunjukkan masih adanya kelemahan dalam pendampingan kelompok usaha dan disini pula diharapkan peran dari pemerintah desa dan PKK, tidak hanya mengandalkan pendamping kelompok. Butuh adanya kebersamaan dalam memberi pencerahan pada masyarakat,” ujarnya. (*)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar