Sejak bergulirnya Simpan Pinjam Perempuan (SPP) dari Program Nasional
Pemberdayaan Masyarakat (PNPM) Mandiri Perdesaan (MPD), mampu meredam praktik
pinjaman uang dengan bunga tinggi. Meski belum sepenuhnya menghentikan kegiatan
pinjaman dengan bunga menjerat.
Ketua Unit Pelaksana Kecamatan (UPK) PNPM MPD Sape, Fatimah Zulkarnain,
mengatakan sebelumnya masyarakat, khususnya pedagang kecil kerap meminjam uang
dengan bunga tinggi. Hal itu dilakukan karena kondisi mendesak dan prosesnya
yang gampang.
“Hari ini mereka mengajukan pinjaman, besok sudah terealisasi. Sementara dana
SPP butuh proses, harus membentuk kelompok dan masih ada tahap lainnya,”
ujarnya di Kantor Faskab PNPM Bima.
Masyarakat,
kata dia, mengenal istilah bisnis pinjaman dengan bunga sampai 25 persen dengan
sebutan “Piti Honda”. Itu karena transaksi pinjaman dilakukan diatas kendaraan
motor, demikian juga saat menagih ke peminjam. “Bahkan menagihnya kadang pagi
buta dengan menggunakan motor,” ujarnya.
Ketika
dana SPP bergulir hingga 11 kali di Kecamatan Sape, ujarnya, ada koperasi
pinjaman dengan bunga tinggi tutup. Karena masyarakat terutama kaum ibu yang
memiliki kegiatan usaha, beralih untuk mendapatkan modal.
Masyarakat,
kata dia, mau meminjam modal dengan bunga tinggi dari koperasi seperti itu,
selain alasan mudah, jika penagihnya langsung mendatangi mereka. Namun ada juga
yang harus sembunyi dari penagih, ketika tak bisa mengembalikan.
“Di
PNPM pencairan butuh proses, harus ajukan proposal, ditinjau usaha, pembahasan
proposal, ada proses Musyawarah Antar Desa. Pengembalian berdasarkan
perengkingan persentase pengembalian,” jelasnya.
Masih adanya praktik pinjaman dengan bunga tinggi, kata dia, tidak dapat
sepenuhnya mengandalkan peran pelaku PNPM. Namun juga dibutuhkan kerjasama
dengan pemerintah desa dan kecamatan untuk memberi pencerahan pada masyarakat.
“Bagaimana ikut mendorong kegiatan usaha masyarakatnya, agar berdampak pada
kesejahteraan mereka,” harapnya.
Di
Sape, katanya, pernah ada kasus dimana anggota kelompok SPP meminjam “Piti
Honda” untuk menutupi pinjaman SPP, karena dijanjikan pencairan secepatnya.
Padahal ada proses dan mekanisme sendiri di PNPM, dimana prioritas bagi yang
pengembaliannya bagus.
“Ini menunjukkan
masih adanya kelemahan dalam pendampingan kelompok usaha dan disini pula
diharapkan peran dari pemerintah desa dan PKK, tidak hanya mengandalkan
pendamping kelompok. Butuh adanya kebersamaan dalam memberi pencerahan pada
masyarakat,” ujarnya. (*)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar