Jumat, 01 Maret 2013

Tradisi Pako Tana Dalam Budaya Nggu’da Doro Masyarakat Bima-NTB

rawa Mbojo dalam pako tana


Kontur dan topografi Bima yang mayoritas berupa bukit dan gunung membuat masyarakatnya terbiasa bertani secara tradisional dengan melakukan ngoho (aktifitas bertani dengan membuka lahan di hutan/gunung) pada setiap musim penghujan. Pola pertanian Ngoho ini secara turun temurun dilakukan meskipun secara peraturan pemerintah ada larangan untuk membuka lahan pertanian di hutan. Walaupun sudah banyak masyarakat Bima yang melakukan pertanian menetap di sawah atau kebun permanen, pada daerah-daerah tertentu Ngoho terkadang dilakukan secara berpindah-pindah dari satu gunung ke gunung lainnya setiap tahun. Dalam melaksanakan Ngoho ini, masyarakat agraris Bima mengenal budaya pako tana sebagai panduan umum mereka mulai dari mempersiapkan lahan dan mengelola pertanian sampai masa panen.




Secara harafiah Pako Tana adalah sebuah istilah yang berarti Memanen (pako) dan Menanan (tana) dalam bahasa Mbojo/Bima.  Lebih dari itu dalam aktivitas sehari-hari Dou Mbojo (orang Bima, red) memaknai pako tana sebagai sebuah sistem tradisional pengerahan tenaga kerja dalam bidang pertanian yang dilakukan dengan prinsip kekeluargaan dan gotong royong. Dalam sistem ini sebuah pekerjaan pertanian yang membutuhkan banyak tenaga manusia seperti nggu’da (menanam), hui (menyiangi), dan pako (memanen) akan lebih mudah untuk dilaksanakan karena prinsip gotong royong dan kekeluargaan itu diaplikasikan dalam istilahweha rima (penggunaan tenaga orang lain untuk mengerjakan pekerjaan pertanian) dan ‘bali rima (membantu pekerjaan orang lain sebagai balas jasa karena telah melakukan weha rima).
Dalam Foto di atas tampak suasana pada musim tanam, dimana puluhan orang petani yang mayoritas ibu-ibu melakukan nggu’da doro (penanaman) pada salah satu oma (ladang).sebuah oma seluas hampir 1 hectare bisa diselesaikan dalam tempo satu hari dengan menggunakan alat pertanian tradisional. Untuk menambah semangat dan menyeragamkan ritme  alat tanam ditancapkan ke tanah untuk memasukkan benih padi maka prosesi ini biasa diiringi dengan alunan musik tradisional gambus (gambo) lengkap dengan penyanyi yang menyairkan pantun-pantun berbahasa daerah Bima dalam sebuah rawa Mbojo (lagu daerah Bima).
Dengan menggunakan alat musik tradisional, selain membuat proses penanaman menjadi lebih teratur, juga membuat para petani menjadi lebih bersemangat karena rasa capek dan lelah bisa sedikit terobati dengan hiburan musik dan lagu-lagu jenaka.
Di Posting oleh : Roekly El Diwani

Tidak ada komentar:

Posting Komentar