Pernah Dikejar dengan Parang
Melakoni dunia pemberdayaan kadang
dihadapkan pada resiko ekstrim. Pengalaman itu dialami oleh Muh Jalaluddin,
Fasilitator Pemberdayaan PNPM MPd Kecamatan Lambu. Pernah dikejar parang dan menghindar
agar tak terjadi hal fatal.
Pengalaman itu tak menciutkan nyali suami dari Siti
Julaihah ini untuk mundur. Namun dianggapnya insiden itu sebagai bagian dari
tantangan kerja.
Semua itu bermula dari munculnya dualisme kepentingan
saat musyawarah tingkat desa di Desa Lanta Barat. Agenda saat itu perubahan
pengurus Tim Pengelola Kegiatan (TPK). Sebagian menginginkan pelaku lama dapat
kembali dipilih, namun ada yang menginginkan perubahan total personal. Dinamika
ini justru berbuntut keributan, hingga ia sebagai fasilitator kecamatan dikejar
oleh pendukung salah satu calon.
“Awalnya saya tetap bertahan untuk terapkan aturan
main dan mekanisme program. Akan tetapi mayarakat tidak mau tahu dengan aturan
dan tetap bertahan dengan kehendak mereka, sehingga ada yang menolak untuk
dilanjutkan,” katanya.
Saat dikejar Jalaluddin dan rekannya memilih mencari
tempat aman di pegunungan dan berkoordinasi degan kepala desa. Apalagi saat itu
sudah ada yang mempersenjatai diri degan parang dan tombak. Kades pun berkoordinasi
dengan Polsek Lambu untuk membantu memediasi persoalan, agar tak berbuntut
keributan.
“Saat itu kami berlkumpul kembali di kantor kepala
desa mendiskusikan untuk mencari solusi terbaik agar menjdwalkan lagi
musyawarah desa,” ujarnya.
Ayah dari Deswita Mahligai Putri, Aira Magfira Ramdani
dan Livia Mantika ini menyebut inin sebagai dinamika dalam dunia pemberdayaan.
Kadang ada saja kesulitan untuk bisa mengajak masyarakat untuk ikut serta
merencanakan suatu kegiatan PNPM MPd. “Karena masyarakat desa terkadang sibuk
dengan kegiatan pertanian, sehingga tak memiliki waktu luang,” ungkap pria
kelahiran Dompu 21 April 1970 ini.
Disinilah, kata dia, dituntut kesabaran. Karena sulit
menghadirkan masyarakat secara massal dalam satu kegiatan. Tanda ada kesabaran,
apa yang direncanakan tidak akan bisa berjalan baik. “Kadang ada perasaan jenuh
menghadapi masyarakat yang merasa apatis dengan hadirnya program. Ini
disebabkan mereka tak memahami proses pelaksanaan kegiatan di PNPM MPd.
Disinilah dibutuhkan adnaya penjelasan, termasuk melalui papan informasi,”
ujarnya.
Disini pula, kata dia, seorang pelaku PNPM harus
menyadari menyadarkan masyarakat membutuhkan waktu dan proses. Apa yang
dibayangkan, kerap tak seindah kenyataan sebenarnya.
Tantangan lain yang kerap dihadapi di lapangan, kata
dia, adalah pembinaan pada kelompok Simpan Pimjam Perempuan (SPP). Karena ada
saja yang membandel untuk membayar pegembalian pinjaman. “Ada juga
penyalahgunaan dana pengembalian dari anggota,” ujarnya. (*)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar