Rabu, 25 April 2012

Muh Jalaluddin, Fasilitator Pemberdayaan PNPM MPd Kec Lambu


Pernah Dikejar dengan Parang

Melakoni dunia pemberdayaan kadang dihadapkan pada resiko ekstrim. Pengalaman itu dialami oleh Muh Jalaluddin, Fasilitator Pemberdayaan PNPM MPd Kecamatan Lambu. Pernah dikejar parang dan menghindar agar tak terjadi hal fatal.



Pengalaman itu tak menciutkan nyali suami dari Siti Julaihah ini untuk mundur. Namun dianggapnya insiden itu sebagai bagian dari tantangan kerja.
Semua itu bermula dari munculnya dualisme kepentingan saat musyawarah tingkat desa di Desa Lanta Barat. Agenda saat itu perubahan pengurus Tim Pengelola Kegiatan (TPK). Sebagian menginginkan pelaku lama dapat kembali dipilih, namun ada yang menginginkan perubahan total personal. Dinamika ini justru berbuntut keributan, hingga ia sebagai fasilitator kecamatan dikejar oleh pendukung salah satu calon.
“Awalnya saya tetap bertahan untuk terapkan aturan main dan mekanisme program. Akan tetapi mayarakat tidak mau tahu dengan aturan dan tetap bertahan dengan kehendak mereka, sehingga ada yang menolak untuk dilanjutkan,” katanya.
Saat dikejar Jalaluddin dan rekannya memilih mencari tempat aman di pegunungan dan berkoordinasi degan kepala desa. Apalagi saat itu sudah ada yang mempersenjatai diri degan parang dan tombak. Kades pun berkoordinasi dengan Polsek Lambu untuk membantu memediasi persoalan, agar tak berbuntut keributan.
“Saat itu kami berlkumpul kembali di kantor kepala desa mendiskusikan untuk mencari solusi terbaik agar menjdwalkan lagi musyawarah desa,” ujarnya.
Ayah dari Deswita Mahligai Putri, Aira Magfira Ramdani dan Livia Mantika ini menyebut inin sebagai dinamika dalam dunia pemberdayaan. Kadang ada saja kesulitan untuk bisa mengajak masyarakat untuk ikut serta merencanakan suatu kegiatan PNPM MPd. “Karena masyarakat desa terkadang sibuk dengan kegiatan pertanian, sehingga tak memiliki waktu luang,” ungkap pria kelahiran Dompu 21 April 1970 ini.
Disinilah, kata dia, dituntut kesabaran. Karena sulit menghadirkan masyarakat secara massal dalam satu kegiatan. Tanda ada kesabaran, apa yang direncanakan tidak akan bisa berjalan baik. “Kadang ada perasaan jenuh menghadapi masyarakat yang merasa apatis dengan hadirnya program. Ini disebabkan mereka tak memahami proses pelaksanaan kegiatan di PNPM MPd. Disinilah dibutuhkan adnaya penjelasan, termasuk melalui papan informasi,” ujarnya.
Disini pula, kata dia, seorang pelaku PNPM harus menyadari menyadarkan masyarakat membutuhkan waktu dan proses. Apa yang dibayangkan, kerap tak seindah kenyataan sebenarnya.
Tantangan lain yang kerap dihadapi di lapangan, kata dia, adalah pembinaan pada kelompok Simpan Pimjam Perempuan (SPP). Karena ada saja yang membandel untuk membayar pegembalian pinjaman. “Ada juga penyalahgunaan dana pengembalian dari anggota,” ujarnya. (*)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar